Selasa, 05 September 2017

Awan Panas dan Lahar Dingin Rusak Rumah & Fasilitas Umum di Kawasan Sinabung

Lengang dan  sunyi, itulah yang terasa ketika memasuki Desa Gurukinayan Kecamatan Payung, Kabupaten Karo yang beberapa waktu lalu  mengalami kebakaran karena semburan awan panas Gunung Sinabung. Bau  terbakar masih terasa. Rumah-rumah penduduk terlihat ditutupi debu, sebagian besar rusak seperti  atap berlubang, jendela yang tak berdaun lagi, kaca pecah,  tak terkecuali rumah ibadah gereja dan mesjid.
Beberapa ratus meter memasuki desa, terdengar suara gemuruh Gunung Sinabung yang ditutupi kabut,  Suara itu kedengaran seperti suara pesawat terbang dari kejauhan. Di dalam desa,  ternyata ada beberapa warga  sedang membongkar rumahnya dan membawa material yang dianggap masih bisa dipergunakan dengan mobil pick-up keluar desa. Suara dari gunung tidak mempengaruhi aktivitas mereka.  Seorang pria menatap rumahnya yang permanen dan mengaku sedang berpikir untuk membongkar rumahnya. “Kalaupun rumah ini dibongkar, yang bisa dipergunakan kembali hanya kosen  jendela, pintu dan kaca nako,” katanya yang kini tinggal di Desa Payung.
Dijelaskan,  rumah  yang merupakan  warisan orangtuanya turut terbakar ketika  awan panas menerpa Desa Gurukinayan. Ia berharap bencana ini bisa segera berakhir dan kehidupan masyarakat kembali normal seperti biasa.
Sementara itu beberapa warga juga terlihat sedang membongkar bangunan Gereja GPdI. Seorang pria bermarga Sitepu menyebutkan, gereja ini sebenarnya baru selesai direhab, namun akibat bencana Sinabung yang menghembuskan awas panas tidak bisa dipergunakan lagi.
“Kami sepakat mengambil material bangunan yang masih bagus untuk dipergunakan di bangunan gereja yang baru. Masih banyak yang bisa dimanfaatkan,” jelasnya.
Relawan GBKP  Wahyudi Mangara Tarigan yang juga dikenal sebagai Merap Cot Dogol (Pelawak Karo) bersama Staf Humas Moderamen GBKP Era Purnama Gurusinga yang turut serta bersama penulis kemudian menunjukkan kawasan lintasan awan panas dan rumah yang terbakar.  Desa Sukameriah yang berada di kaki Sinabung (zona 3 Km) terlihat dari kejauhan hanya tandus dan gersang dan yang kini hanya tinggal kenangan. Seluruh warga di desa tersebut harus direlokasi karena masuk zona merah.  Desa Sukameriah dan Desa Gurukinayan berbatasan langsung. Gurukinayan masuk zona 4 Km. 
Puing-puing 4 rumah adat siwaluh jabu dan 40 rumah warga terbakar terlihat berserakan dan ada beberapa pendatang yang melihat lokasi terbakar. Sementara rumah di sekitarnya juga terlihat seperti sudah lama tak berpenghuni. Yang ada hanya anjing dan kucing.  Peralatan dapur terlihat berserakan, kursi, meja dan lemari rusak dan tertutup debu. Dari kawasan tersebut juga masih terlihat kepulan asap atau uap yang diduga akibat awan panas dari Lau Borus yang memisahkan Desa Gurukinayan dan Berastepu. Walaupun demikian pohon pisang yang nampak layu mulai menumbuhkan pucuknya lagi. 
Menurut Plt Kepada Desa Gurukinayan, Pelin Sembiring, sebelum erupsi Sinabung, penduduk desa tersebut ada 812 KK. Kini  desa tersebut  telah dikosongkan dan sebagian penduduk berada di Simpang Gurki, Payung dan Batukarang. 
Seusai dari Desa Gurukinayan, menjelang sore kami melanjutkan perjalan ke DesaBerastepu. Desa ini juga tampak sepi. Banyak rumah yang ditinggalkan. gedung GBKP juga terlihat berdebu dan seperti sudah lama tak dikunjungi. Namun ada juga rumah yang ada penghuninya. Mereka terlihat duduk di luar sambil memandang Sinabung. Bahkan ada juga warga yang sedang bekerja di ladangnya.

Bronjong dan Lahar Dingin
Ternyata bukan hanya debu dan awan panas dari Gunung Sinabung  saja yang menjadi ancaman bagi warga.  Kala hujan deras turun di gunung, akan turun lahar  dingin dengan material lumpur  dan juga bebatuan baik kecil dan besar.
Banjir besar lahar dingin  terjadi  pada 28 April lalu menghancurkan sejumlah infrastruktur di beberapa desa.
Bronjong-bronjong yang dibangun pemerintah di sungai-sungai juga tak mampu menghempang laju lahar dingin. Ada juga bronjong  ikut  dibawa derasnya lahar bersama bebatuan dan lumpur dari gunung. Akibatnya terjadi pengikisan membuat sungai semakin lebar.
Kerusakan juga terjadi pada sejumlah jembatan. Dari pantauan penulis, di  jembatan Lau Borus  terlihat air yang berlumpur mengalir dari bawah pondasi jembatan. Pondasi menggantung.
Sementara keadaan jembatan (titi) Kambing jauh lebih parah. Satu sisi pondasi jembatan ikut terbawa lahar dingin. Jembatan tinggal ditopang tanah. Dikhawatirkan bila tidak cepat diperbaiki, jembatan itu akan runtuh. Jalan di sekitar titi Kambing menuju Simpang Perbaji juga rusak akibat tergerus lahar dingin yang melewati Desa Perbaji.
Di Desa Genting terlihat pemerintah sedang membangun jembatan dan mengeruk tanah untuk menjadi lintasan lahar dingin bila turun lagi. Karena sebelumnya pada Selasa, 28 April, menurut Mangara, ketika banjir lahar dingin, lahar dingin  tak hanya “mengikuti”  alur sungai saja, tapi  mengalir “sesukanya” membuat warga ketakutan seperti yang terjadi di Desa Perbaji. Akibatnya warga mengungsi ke gereja karena takut terkepung  lahar dingin.
Saat itu GBKP membuka dapur umum untuk melayani warga yang belum sempat makan karena banjir lahar dingin mulai terjadi sore hari.
Lahar dingin juga merusak ladang dan  lahan persawahan masyarakat di sepanjang aliran Lau Borus.
Areal persawahan di Desa Batu Karang juga terkena dampak kekeringan. Hal ini disebabkan    air Lau Borus yang selama ini mengaliri sawah mereka menjadi tersendat  akibat  terbendung bebatuan besar dan lumpur yang terbawa saat banjir lahar dingin.
Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Karo Ir  Subur Tarigan Tambun menyebutkan, pembangunan bronjong-bronjong untuk mengantisipasi banjar lahar dingin masih terus dilakukan  BWS  (Balai Wilayah Sungai) Sumatera II.  Pemkab Karo juga melakukan perbaikan jalan-jalan yang rusak. Terkait perbaikan infrastruktur yang rusak, Pemkab Karo tetap berkoordinasi dengan BWS yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat.
Pada kesempatan itu, Subur juga kembali mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu waspada dan hati-hati. Patuhi aturan yang dibuat instansi yang berwenang demi kebaikan bersama.
“Pemerintah akan terus mensosialisasikan mengenai zona larangan. Dibutuhkan kesadaran dan kerja sama masyarakat terutama untuk tidak memasuki kawasan terlarang,” katanya.

Gereja Tetap Hadir
Ketua Moderamen GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) Pdt Agustinus P Purba mengatakan, dalam menghadapi masalah terutama terkait erupsi Sinabung, gereja tetap hadir di tengah masyarakat.
“Sampai saat ini Posko masih tetap buka. Gereja  akan tetap membantu masyarakat semaksimal mungkin,” kata Pdt Agustinus.
Saat ini, jelas  pendeta gereja/ relawan terus melakukan pendampingan bagi masyarakat korban erupsi Sinabung,.  (Eva Rina Pelawi)