Sinabung...oh Sinabung
Erupsi Gunung Sinabung di Karo sudah berlangsung lebih kurang 8 tahun sejak 2010. Hingga kini, erupsi masih sering terjadi. Sinabung yang dulu terlihat indah, kini gersang. Masyarakat yang dulu berada di kaki Gunung Sinabung hidup sejahtera dari hasil pertanian, sebagian besar kini harus pindah tempat tinggal dan relokasi ke beberapa daerah.
Pada Senin, 19 Februari 2018 Sinabung kembali menyita perhatian masyarakat karena letusannya yang cukup dahsyat. Letusan yang terjadi pada pagi hari tersebut disebutkan merupakan letusan terbesar dibanding letusan-letusan sebelumnya. Tinggi letusan diperkirakan mencapai 5.000 meter dari puncak Gunung Sinabung. Menyusul letusan, awan panas meluncur mencapai jarak 4,9 Km ke arah sektor selatan-tenggara dan 3,5 Km ke arah timur-tenggara. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dampak dari awan panas ini terpantau masih berada di kawasan yang disterilkan. Setelah itu debu vulkanik terbang ke arah barat mengikuti tiupan angin.
Warga sebelumnya yang sudah mulai terbiasa dengan letusan-letusan kecilnya, dipanikkan dengan suara gemuruh yang cukup dahsyat. Para pelajar yang sedang asik belajar, berlarian, menjerit, menangis ketakutan oleh hujan debu, pasir dan batu yang dikeluarkan Sinabung. Para warga berupaya menyelamatkan diri. Beberapa desa jadi gelap gulita karena sinar matahari tertutup oleh tebalnya debu Sinabung yang melambung tinggi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karo mencatat ada lima kecamatan yang terpapar debu vulkanik Gunung Sinabung antara lain Kecamatan Tiga Nderket, Payung, Munthe, Lau Balang, dan Namanteran. Kecamatan paling terdampak debu vulkanik ini terjadi di Kecamatan Tiga Nderket dan Kecamatan Payung.
Sejak akhir tahun 2017 tidak ada lagi masyarakat yang berada di pengungsian sesuai dengan perintah Presiden Jokowi saat berkunjung ke Kabupaten Karo. Warga yang tidak bisa kembali lagi ke desanya karena masuk zona merah, ada yang direlokasi, ada yang berada di daerah hunian sementara, ada yang mandiri dan lainnya.
Walaupun masyarakat tidak ada lagi di posko pengungsian, namun kehidupan ekonomi mereka sangat terpuruk, terlebih setelah erupsi 19 Februari. Tanaman pertanian seperti tomat, cabai hancur ditimpa debu Sinabung. Tanaman tua terlihat gersang.
Beberapa warga yang ditemui penulis di Desa Tiga Nderket antara lain Pt Budi Sitepu/Arihtati Br Bangun menyebutkan, perekonomian warga sangat rendah, daya beli kurang karena tanaman mereka banyak yang hancur pasca erupsi. Masyarakat juga merasa tersandera untuk melakukan suatu aktivitas dalam jangka panjang karena trauma. Untuk membangun rumah atau lainnya masyarakat sepertinya enggan karena ketakutan akan erupsi Sinabung.
Untuk bercocok tanam, warga mau tak mau harus menanam untuk menyambung hidup. Pasrah akan apapun yang terjadi seperti yang dikatakan Indro yang ditemui di ladangnya saat menanam bawang merah. Dikatakan, penghasilannya sangat turun drastis akibat erupsi Sinabung. Tanaman hancur karena terkena debu Sinabung.
Warga berharap, pemerintah atau pihak yang peduli bisa memberikan bantuan pertanian seperti bibit unggul dan pupuk.
Melihat penderitaan warga, banyak bantuan kemudian disalurkan ke desa-desa yang terdampak erupsi Sinabung, baik oleh pemerintah, perusahaan swasta tak ketinggalan gereja termasuk GBKP yang selama ini tetap berkecimpung melayani warga.
Ketua Komisi Penanggulangan Bencana GBKP Pdt Dormanis Pandia menyebutkan, bantuan-bantuan yang diterima GBKP langsung disalurkan ke desa-desa terdampak Sinabung. Bantuan yang sudah diserahkan antara lain ke Desa Batukarang, Jandimeriah, Tiga Nderket, Perbaji, Tanjung, Kutambaru, Susuk dan Temburun. Bantuan diserahkan juga kepada jemaat yang tidak pernah mengungsi.
“Mereka memang tidak pernah mengungsi, tapi pertanian mereka rusak oleh debu Sinabung. Kehidupan perekonomian warga cukup memprihatinkan. Saat penyerahan bantuan di Desa Batukarang, warga menangis. Mereka yang selama bekerja di ladang sendiri harus pergi “ngemo’ ke desa lain karena ladang mereka tidak lagi menghasilkan,” katanya.
Logistik yang disalurkan berupa 10 kg beras, 2 kg gula, 1 liter minyak goreng.
Kabid Diakonia Moderamen GBKP Pdt Rosmalia Barus selaku Ketua Posko Penanggulangan Bencana GBKP bersama Kabid Dana dan Usaha Dk Khristiani Br Ginting selaku bendahara posko dan Pdt DS Pandia saat menyerahkan bantuan di Desa Susuk, Selasa, 20 Maret 2018 menyatakan, Moderamen cukup prihatin dengan kehidupan masyarakat di desa terdampak Sinabung. Bantuan yang disalurkan cukup sederhana, namun diharapkan bisa membantu jemaat. Dalam susana susah, jemaat diharapkan tetap tegar, iman dan pengharapan tidak kurang. Jadi saksi Kristus untuk lingkungan sekitar.
“Komunikasi juga diharapkan tetap terjalin, bila ada perlu penanganan khusus, disampaikan kepada runggun gereja untuk mencari solusi,” kata Pdt Rosmalia.
Selain menyalurkan bantuan, GBKP bekerja sama dengan pemerintah, lembaga atau instansi yang peduli dengan korban Sinabung membuat berbagai aksi seperti trauma healing dan pemeriksaan kesehatan terutama bagi anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Trauma healing dilaksanakan antara lain di Desa Batukarang, Payung, Jandi Meriah, Sukatendel dan Rimokayu. Pemerhati Anak Kak Seto dari Jakarta juga hadir di Desa Batukarang dan Jandi Meriah untuk menghibur dan memotivasi anak-anak dan para pelajar pasca erupsi 19 Februari untuk tetap semangat. GBKP juga membuat posko anak sehat lingkar Sinabung untuk menolong anak-anak untuk hidup lebih sehat.
Untuk menggalang kepedulian kepada korban Sinabung, Ketua Umum Moderamen GBKP Pdt Agustinus Purba juga menyampaikan paparannya terkait situasi Sinabung terkini dan kehidupan warga di sekitarnya pada Workshop Perencanaan Strategis Menyikapi Kebijakan BODT dan Bencana Sinabung yang diselenggarakan UEM di Sopo Toba, Tomok pada 27 Februari-1 Maret 2018. Di situ dijelaskan antara lain ada 110 desa di 10 kecamatan yang terdampak abu vulkanik, lahar dingin. Tatanan pertanian, infrastruktur dan fasilitas umum rusak, pendidikan terganggu. Sebagian masyarakat mencari solusi dengan mengabaikan aspek lingkungan hidup. Selain itu, Moderamen juga membuat gerakan Rp10 ribu/kepala keluarga.
Pada akhirnya Moderamen berterima kasih atas berbagai bantuan yang sudah mengalir dan tetap mengharapkan kepedulian berbagai pihak untuk membantu warga korban erupsi Sinabung. Melala kalak erdiate la ban galangna tapi terakap man sideban. (Eva Rina Pelawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar